Daftar Blog Saya

Daftar Blog Saya

Selasa, 16 Juni 2015

Pelangi Itu Memang Indah

Adakah yang pernah merasakan datar-datar saja dalam hidupnya? Tiada gairah. Tiada semangat, dan tak tahu harus kemana untuk melangkah. Hidup adalah alur yang memberikan berbagai gesekan. D
engan gesekan itu manusia bisa belajar akan sesuatu.

Jika datar dalam menjalani sesuatu tanpa merasakan apa-apa. Saya merasakan seperti mayat hidup, tanpa berkeinginan apa-apa2 untuk hidupnya, seolah-olah tanpa ekspresi apapun. Dia tidak tahu cara menangis. Dia juga tidak tahu rasanya marah, bahkan diapun tidak tahu bagaimana rasanya sakit, terjatuh, dan apalagi gembira. 


Hidup tanpa rasa. Dia hanya menjalani sesuatu sebagai pelepas kewajjban saja lagi-lagi tanpa rasa. Dia hanya menerima haknya sekali lagi tanpa rasa. Lantas apa bedanya manusia Seperti ini dengan robot? menjalani sesuatu tanpa keluhan tanpa mengerti apa yang menjadi tujuan hidup. Hidupnya tentu hambar.Ibarat makanan tanpa bumbu. Siapakah yang bisa mencicipi dan menghabiskannya?
 
Selagi kita masih bisa menangis, tertawa, merasakan kebahagiaan, kedamaian, pernah kecewa, pernah marah, sakit hati, dan lainnya. Berbahagialah teman. Itu pertanda bahwa anda manusia normal. Karna dibelahan bumi ini ternyata ada orang-orang yang tidak bisa merasakan perasaan itu. Mereka hidup tanpa rasa. Bagaimana mereka bisa diterima oleh orang lain jika kepekaan hati tidak mereka miliki?

Aneka warna rasa yang kita miliki memberikan kita kepekaan dalam memainkan rasa. Bukankah Pelangi itu  indah ? Turun setelah hujan reda. Seperti hadiah, setelah kemarau yang panjang. Kemudian bumi diterpa hujan deras ,sejuk, dan tibalah ia. Siapa yang tidak suka memandangnya? Keelokan perpaduan warna yang dimunculkannya sinkron dan estetis, sehingga menakjubkan mata.


Jika kau temui amarah, kecewa, bahagia, tertawa, kesedihan, kedukaan. Itu pertanda hatimu masih hidup.Pandai-pandailah mengelolanya agar rasa itu tetap aneka warna dan berfungsi pada tempatnya. Ibarat pelangi yang enak ditatap mata kita, setelah hujan reda.

Selasa, 03 Februari 2015

BELAJAR DARI PENGALAMAN PEMBANGUNAN INDONESIA





(Ulasan Pemikiran Widjojo Nitisasto )



 (Ilustrasi Gambar:wallpaperwide.com)

Uraian kompas tentang peluncuran buku “Pengalaman Pembangunan Indonesia, Kumpulan Tulisan dan Uraian Widjojo Nitisasto” mengajak kita untuk berkaca kepada sejarah, dimana Indonesia pernah menikmati kejayaan masa silam dengan tingkat perekonomian yang membaik sampai-sampai produksi ekspor yang tinggi pada era 80-an. 

Menurut ekonom senior Emil Salim menjelaskan tentang pemikiran Widjojo bahwa sebagai arsitek perekonomian Indonesia masa dulu masih relevan untuk dijadikan pelajaran di masa sekarang.

Penentuan skala prioritas yang disepakati bersama dan dijalankan dengan konsisten, efesiensi di semua pengambil kebijakan serta keteguhan mencapai tujuan pembangunan untuk rakyat adalah sebagian dari pemikiran senior Widjojo yang masih bisa dipakai untuk menjawab tantangan persoalan bangsa kita saat ini.
Bahkan Ekonom M. Arsyad Anwar menambahkan, Widjojo mengidentifikasikan penyebab kegagalan Negara berkembang antara lain: 


  •   para pemimpin gagal menetapkan prioritas secara konsisten
  • para pemimpin juga tidak bisa mencapai kesepakatan diantara mereka sendiri tentang skala prioritas yang diperlukan
  • Kalaupun berhasil menyepakati skala prioritas, mereka tidak mau konsisten .
M. Chatib Basri juga menilai Widjojo juga merupakan orang yang tidak mempercayai mekanisme pasar sepenuhnya (Planing throught the market, menggunakan pasar sebagai instrument). 

Tidak hanya para pakar-pakar yang telah mumpuni dibidangnya yang menyetujui pemikiran dari Senior Widjojo, namun wakil presiden Indonesia Prof. DR. Budiono pun mengaku pernah belajar dari beliau.
Kata-kata sang Widjojo yang masih terpakem oleh Budiono tentang kepemimpinan, beliau mengatakan seorang pemimpin harus siap dikritik, dicerca, tetapi terus bekerja. Widjojo juga mencermati demografi ketika akan merencanakan dan membangun perekonomian Indonesia dengan cermat.

Seorang Widjojo memiliki pandangan yang tidak berbeda jauh dari para pendiri Republik Indonesia ini, yakni mempertemukan tujuan keadilan dengan memakmurkan dan pemerataan dengan pertumbuhan. “Cita-cita itu tumbuh dari dalam, bukan dicangkok dari luar”. 

Sudah sepantasnya para pemimpin negeri ini mengkaji ulang kembali, pemikiran-pemikiran para pendahulu yang masih relevan untuk perubahan negeri ini. Kita memang tidak bisa lepas dari sejarah. Karena dengan sejarah manusia bisa belajar dari apa yang sudah terjadi. Sesuatu yang baik dapat dikembangkan dan peninggalan sejarah yang buruk dapat dijadikan pelajaran untuk perbaikan bangsa ini.

Dikutip dari artikel kompas (edisi, Jum’at 15 januari 2010, Pemikiran Widjojo masih tetap Relevan)

Senin, 02 Februari 2015

Mengevaluasi Resolusi


Sejauh mana kaki melangkah, tak bijak rasanya jika jejak -jejak itu tak terluliskan untuk mengabadikan setiap kenangan. Baik itu kenangan yang buruk ataupun menyenangkan. Semua menjadi bagian dalam sejarah kehidupan kita. banyaknya cita-cita, harapan dan keinginan yang telah tergoreskan ditahun lalupun, jika dengan menuliskannya kita akan tau kelebihan dan kekurangan dari cita-cita, harapan dan keinginan kita tersebut dengan membuka lembaran-lembaran tulisan yang telah berlalu.


Saat inipun telah berganti tahun, mungkin ada baiknya kita kroscek kembali. Dari berbagai resolusi yang telah kita buat, berapa yang sudah tercapai dan berapa yang belum. Apa yang menjadi kendala atau hambatan sehingga kita belum mampu mewujudkannya. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pencapaian resolusi tersebut. Apakah internal atau eksternal. Tak mengapa kita berulang-ulang mengevaluasinya agar apa yang menjadi tujuan kita dalam hidup menjadi lebih baik. Bukankah hidup itu juga perlu koreksi agar kita belajar dari kekeliruan yang kita lakukan.


Faktor  Internal 


Faktor Internal bisa saja berasal dari kita sendiri yang memang kurang memiliki niat yang kuat untuk meraihnya, atau bisa saja kemalasan yang kita budidayakan sehingga kita belum mendapatkan  apa yang kita inginkan. Bisa juga masalah pengelolaan waktu yang kurang bijak sehingga hal-hal yang seharusnya menjadi prioritas malah terabaikan bahkan menjadi nomor urut kesekian. Banyak di antara kita yang sering berjanji untuk konsisten dengan agenda-agenda yang kita tuliskan, namun kita sendiri pula yang melanggarnya.

Mungkin termasuk saya yang menuliskan hal ini pun juga pernah mengalami hal tersebut. Agenda kegiatan yang sudah dirancang dengan baik, bisa berantakan dengan sesuatu hal yang baru yang tidak masuk skala prioritas kita tadinya. Kita sudah menentukan langkah-langkah yang akan kita lakukan untuk mencapai tujuan dan cita-cita kita. Bisa rusak dengan agenda baru yang tidak masuk daftar list kita.

Apalagi seseorang yang menyukai sesuatu yang baru, selalu tergiur untuk mengikutinya sehingga melupakan sejenak rencana awal yang sudah dirancangnya dengan matang. Bukan berniat untuk melupakan seutuhnya tidak, namun konsentrasi yang sudah terpecah dengan hal-hal yang baru, tentunya akan mengurangi fokus kita terhadap rencana awal yang sudah kita siapkan.

Begitulah terkadang manusia, fokus itu ternyata penting untuk mengukur sejauh mana keberhasilan kita untuk meraih cita-cita yang sudah kita rancang, atau katakalah resolusi yang senantiasa dibuat oleh orang-orang setiap tahunnya. Baik kaum bisnisman, para pendidik, pedagang ataupun diri pribadi yang punya targetan-targetan tertentu untuk merubah kehidupan diri sendiri menjadi lebih baik.

Faktor Eksternal

Selain faktor internal, faktor eksternal dari diri kita ikut mempengaruhi resolusi-resolusi yang telah kita bangun, salah satunya adalah lingkungan sekitar kita. Bayangkan jika kita bermimpi menjadi seorang penulis, dan punya keinginan untuk menerbitkan buku. Kemudian kita sendiri memiliki motivasi yang kurang dari diri sendiri. Lalu ditambah dengan lingkungan yang bukan kalangan penulis, hal ini sedikit banyak tentunya akan mempengaruhi kita dalam mengusahakan apa yang kita inginkan. Menulis dengan orang yang memilik hobi yang sama tentunya akan lebih asyik ketimbang menulis sendiri. Semangatnya tentu akan berbeda. Kita pun juga termotivasi untuk mewujudkannya dengan pressure dari lingkungan sekitar. Presure yang memaksa diri kita untuk mewujudkan tulisan-tulisan kita. Begitu juga dengan hal lainnya, apa yang kita mau dalam hidup ini, lingkungan merupakan pengaruh yang cukup besar pula dalam mewujudkan resolusi-resolusi yang kita bangun tersebut.

Membangun Energi Positif

Sedikit mengutip ungkapan salah seorang motivator (Iphho Santosa Penulis buku “7 Keajaiban Rezeki”) mengatakan bahwa ada tiga faktor merusak keberhasilan seseorang yakni; 1) tidak memiliki impian. 2) impian terlalu kecil sehingga tidak memotivasi seseorang untuk maju. 3)  Tidak menjiwai impiannya  tersebut.
Motivator tersebut pun mengatakan jika ingin berhasil dalam mewujudkan sesuatu bangunlah diri kita sendiri menjadi pribadi yang bersemangat, baik pakaian, gaya rambut, cara berjalan. Hal tersebut akan mempengaruhi gerak seseorang dalam mencapai tujuannya.
Kemudian lingkungan pun juga diperlukan lingkungan-lingkungan yang dapat membangkitkan motivasi. Berita-berita yang positif, musik yang kita dengarpun juga musik yang menumbuhkan motivasi bukan membuat manusia loyo. Begitu juga ketika mencari hiburan filmpun juga diperlukan film-film yang dapat membangkitkan semangat diri kita sendiri.

Energi-energi postif yang mengelilingi manusia akan mempengaruhi gerak langkahnya dalam mencapai impiannya atau yang sering kita sebut dengan resolusi. Begitu juga sebaliknya, jika lebih banyak energy-energi negative yang mengitari kehidupannya, maka hal itu akan menghambat keberhasilannya dalam meraih resolusinya.

Mengutip hadist Rasulullah saw: “ Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Begitu pulalah perumpamaan diri kita yang ingin berhasil dalam meraih resolusi yang sudah kita tuliskan. Orang-orang yang ada disekitar kita merupakan faktor pendukung dalam menciptakan mimpi-mimpi kita. Sedikit-banyaknya pasti memberikan efek kepada kita.

Keberhasilan

Ada sebagian orang mungkin berkata bahwa keberhasilan yang ia peroleh saat ini, tak lain adalah karena jerih payah dan usahanya sendiri. Faktor pendorong utama dalam dirinya, mungkin benar adanya, coba kita perhatikan keseharian dia, dengan siapakah ia bergaul, bagaimana lingkungannya, siapakah orang yang menginspirasinya. Dan hal terpenting juga bagaimana spritualitasnya.
Kita akan mengatakan bahwa keberhasilan tersebut terwujud dari berbagai macam dominasi motivasi yang mempengaruhinya, sehingga mampu bangkit, bergerak, dan melakukan lompatan yang tinggi.

Kemudian kita bisa lihat juga sejauh mana usaha orang tersebut mewujudkan keberhasilannya tersebut. Ada para ilmuwan yang bereksperimen puluhan tahun, ketika di tahun ke 10 baru ia berhasil dalam meciptakan sesuatu. Ada juga yang jatuh bangun berkali-kali dalam membangun wirausaha. Ketika bangkrut, ia bangun lagi, sampai beberapa kali, sampai ia menghasilkan kesuksesan dalam usahanya.

Menurut cerita dari salah seorang teman yang mengatakan bahwa orang China dalam menjalankan usaha, biasanya mengukur waktu keberhasilan tersebut sampai 5 tahun. Setelah lima tahun usaha yang ia jalankan menunjukkan keberhasilan kah atau tidak, barulah mereka memutuskan untuk alih profesi ke bidang lainnya.

Keberhasilan jalannya memang membutuhkan waktu yang panjang, perlu proses, kegigihan, ketekunan, kerja keras, dan strategi yang jitu untuk mewujudkan resolusi-resolusi yang kita bangun.

Saya menuliskan ini untuk perenungan jejak-jejak langkah pribadi yang telah saya lewati. Merenungi sejauh mana langkah resolusi itu berjalan, sudah sampai dititik mana, stagnankah, atau berjalan merambat, atau sudah melalu dengan baik. Jika orang menuliskan resolusinya untuk setiap awal tahun, maka saya akan melanjutkan resolusi yang telah ada sebelumnya yang belum sempat terwujud pada tahun-tahun sebelumnya.


(revisi dari artikel saya beberapa tahun yang lalu)






Rabu, 28 Januari 2015

Tempat Untuk Pulang


Oleh Vira Surya

Kau tentu pernah kelelahan setelah sibuk seharian dengan aktivitas pekerjaan, belajar, kegiatan sosial, dan lain sebagainya. Aktivitas yang membuat tubuh terasa letih, dan butuh tempat untuk beristirahat. Tempat di mana kita bisa melepaskan lelah pikiran, dan badan. Tempat yang memberikan kenyamanan dan tentunya terbebas dari hiruk pikuk keramaian dan sebagainya.

Ada sebagaian orang melepas lelah dengan pergi ke restoran untuk sekedar melepaskan rasa lapar dan melepas pandangan mata melihat aktivitas orang yang berlalu lalang. Ada juga yang melepas lelah dengan berjalan-jalan di mall untuk sekedar melihat –lihat, atau malah berbelanja barang-barang kesukaannya untuk sekedar menyenangkan hatinya. Ada juga yang menginap di hotel,melakukan traveling, dan masih banyak lagi aktivitas lain yang sesuai dengan keinginan dan versi kita masing-masing.

Setiap kita memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan kejenuhan dan kepenatan dari aktivitas yang membungkam kita sehari-hari. Namun pernah kah kita berfikir setelah kembali dari perjalanan yang kita lakukan, tempat-tempat yang kita kunjungi menurut kita dapat membuat kita rileks dan terbebas dari beban kejenuhan, stress, dan kepenatan tubuh?

Saya berani bilang, bahwa hal itu adalah sifatnya sementara. Karena setelah anda selesai dari kunjungan, atau traveling, kesegaran mungkin anda rasakan sesaat, dan bisa jadi itu hanya pada saat anda berada ditempat itu anda merasakan kenyamanan. Setelahnya kembali seperti biasa. Anda akan kembali menemui aktivitas yang sama, berulang, dan berulang, bahkan menuntut anda  untuk melakukan kerja yang lebih ekstra, baik pikiran dan tenaga.

Lantas apa yang sebenarnya tempat untuk pulang yang tak kan pernah membuat kita bosan? Tempat untuk pulang yang memberikan kenyamanan yang terus menerus terjaga dalam hati kita. Apapun yang kita lakukan senantiasa dengan rasa senang dan penuh kegembiraan, sehingga kita seakan-akan tak pernah kekurangan energi untuk melakukannya. Bahkan meskipun secara fisik kita terlihat lelah, namun hati kita senantiasa gembira melakukannya.

Anda mungkin penasaran, bahkan bertanya-tanya dan ada juga yang menduga-duga tempat pulang seperti apakah yang penulis maksud? Jika kita menemukan kesesakan hidup, kita tahu kemana muaranya. Seperti air yang mengalir ke muaranya dengan riak dan gelombang. Setelah ia menemui muaranya, riak dan gelombangpun menjadi tenang.

Masalah tak akan pernah selesai selama manusia masih hidup di dunia ini. Tak ada manusia yang tinggal di dunia lepas dari masalah. Hanya saja kadarnya yang berbeda-beda. Jika kita memiliki sikap dalam menghadapi, cara pandang, dan tahu muara untuk pulang, niscaya kita akan terus hidup dan tak akan pernah kehabisan amunisi.

Tempat kita untuk pulang aktivitas yang senantiasa dilakukan oleh umat Islam lima kali dalam sehari semalam. Bahkan Rasulullah SAW pun menjadikan sholat sebagai tempat beliau beristirahat sejenak dari segala macam aktivitas dunia.  Tempat dimana kita kembali kepada Allah untuk mengadukan berbagai macam urusan kita, permintaan dan bentuk doa-doa.

Inilah tempat kembali yang sesungguhnya, yakni Allah SWT dalam aktivitas ibadah ritual yang kita lakukan. Hal ini akan berbekas dalam kehidupan kita, jika hal ini kita lakukan dalam kondisi kyusuk dan menghamba kepada Allah SWT.


Coba anda bayangkan panas yang terik dan kondisi tubuh yang letih, ketika azan berkumandang, tubuh-tubuh diistirahatkan dengan air wudhu, melakukan ruku’  dan sujud. Dengan lafaz doa-doa yang kita lantunkan secara kyusuk, lalu mengaliri hati kita. Sehingga perbuatan tersebut mendatangkan kenyamanan dalam diri kita. Pikiran menjadi tenang, hati terasa lapang, tubuhpun terasa segar kembali. Inilah sesungguhnya tempat pulang sejatinya manusia, yakni Allah SWT. Allahu a’lam. Semoga bermanfaat.